Minggu, 16 November 2008

Menjadi Orang Jakarta [Sepanajang perjalanan naik bis kota]

Hampir 4 bulan gw tinggal di jakarta. Kota panas penuh sesak dan serba ada. Mulai dari tukang ketoprak, combro, misro, gorengan 500,- rupiah, nasi goreng gila, kerak telor, kue rangi de el el. Berjualan di sepanjang jalan yang biasa disebut kaki lima, di ruko2, sampe di atas bis yang biasa menyebut dirinya sebagai “tukang ginian jual ginian” saking sulitnya mendeskripsikan apa jenis barang yang mereka tawarkan. Belum lagi para musisi jalanan [sebutan keren buat pengamen] yang sangat bervariasi, mulai dari yang keren bermodalkan gitar lengkap dengan pianika sampai simbal atau yang cuma modal “kerincing-kerincingan” terbuat dari botol bekas minuman mineral yang diisi butiran pasir / bebatuan atau beras. Ada juga yang terbuat dari bekas tutup botol minuman yang disusun-susun sedemikian rupa hingga menimbulkan suara super aneh yang bisa membuat siapapun menjadi hypertensi. Atau paling tidak memejamkan mata tanda sudah terjadi stress berat yang makin bikin “empet” [ ‘e’ disini dibaca seperti dialek pada pengucapan kata ‘empat’ bukan pada kata ‘esa’]. Atau mereka yang mencoba menyentuh nurani “para pendengar” dengan menyelipkan sebuah amplop kecil bertuliskan ASSALAMUALAIKUM, BAPAK, IBU, KAKAK. MOHON KEIKHLASANNYA MEMBERI KAMI UANG UNTUK MEMBELI MAKANAN. IKHLAS DARI ANDA, HALAL BAGI KAMI. Ada lagi seorang ibu-ibu menggendong anaknya yang berumur sekitar 3-4 tahun, mencoba mengetuk nurani “para pendengarnya” dengan mengatakan bahwa anaknya tersebut sedang mengidap penyakit polio. Entah benar atau tidak. Karena si anak dengan pandainya serta merta berjalan ngesot setelah si ibu mengakhiri sesi “konser tunggalnya”. Wallahua’lam. Tapi ada yang paling bikin gw terkesan. Waktu itu gw naik 9A (senen-bekasi). Diperjalanan ada cowok tampang dan gayanya seperti anak kuliahan. Awalnya gw pikir tu orang juga penumpang, tapi ternyata tak disangka tak diduga dia memohon untuk diijinkan membacakan sebuah puisi karya Chairil Anwar. Gw bukan pengamat puisi yang baik, tapi paling tidak tu orang bisa bikin gw merinding. Salut. Dan diatas bis banyak kejadian-kejadian yang unik, aneh, nyebelin, nyenengin yang gak gw dapet di kampung halaman gw Samarinda.
Kegiatan gw di sini emang cukup padat. Everyday is workday. Senen sampe kamis gw ngantor. Jumat sampe minggu gw kuliah di Lenteng Agung. Yah hampir gak ada waktu refreshing, kecuali curi2 jam kerja atau nekat bolos kuliah. Sering kali gw ngalamin stress. Migrain gw kumat. Badan asli pegel banget. Lelah. Tapi mau diapain lagi, itu konsekuensi buat gw. Mau gak mau gw musti mau nerima kondisi itu.
Semoga gw kuat menjadi warga Jakarta. Paling gak buat setahun kedepan.

Tidak ada komentar: